
BOJONEGORO, KOMPAS.com – Berharap memperoleh kehidupan yang lebih baik justru berubah menjadi pilu, inilah secuil kisah dari guru honorer di Kabupaten Bojonegoro yang terpedaya iming-iming diangkat pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Nasib pilu ini dialami oleh Dwi Susilowati, guru di SDN Dander II, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro.
Perempuan sederhana ini harus menelan kenyataan pahit setelah ditipu hingga Rp 55 juta oleh oknum pegawai di lingkungan Disdik yang menjanjikannya lolos menjadi pegawai PPPK.
Baca juga: Pegawai Honorer di Ternate Ditangkap Saat Ambil Sabu di Kantor Jasa Ekspedisi
Dwi Susilowati yang akrab disapa Bu Susi ini dengan lugu bertutur mengakui awalnya tergiur dengan iming-iming diangkat derajatnya dari yang semula guru honorer menjadi pagawai PPPK pada rekruitmen tahun 2019 silam.
“Saya korban tahun 2019, senilai Rp 55 juta. Saat itu, usia kami kan 35 tahun ke atas, dijanjikan untuk dipermudah,” ujar Bu Susi, Jumat (13/6/2025).
Sebagai single mom, harapan Bu Susi hanya sederhana, dapat hidup lebih baik mendapat upah layak dari peluhnya mengajar puluhan tahun.
“Saya hanya ingin hidup lebih baik. Anak saya butuh biaya sekolah, dan saya satu-satunya tulang punggung keluarga. Tapi malah tertipu,” timpalnya.
Baca juga: Nasib 1.100 Honorer Kota Tasikmalaya Menggantung: Kami Ingin Kejelasan
Bu Susi juga mengaku nasib pilu ini tidak hanya dialami oleh dirinya saja.
Ada sebanyak 22 rekan sejawatnya juga menjadi korban.
Para guru honorer tersebut dijanjikan akan diloloskan menjadi PPPK oleh SW, seorang oknum yang mengaku ‘sakti’ memiliki akses dan pengaruh di lingkungan Disdik.
Bu Susi bersama puluhan guru honorer lainnya pun terpedaya hingga menyetor sejumlah uang kepada SW.
Jumlahnya bervariasi. Bu Susi sendiri menyebut telah menyetorkan uang senilai total Rp 55 juta.
“Saya waktu itu berpikir positif. Mungkin ini jalan dari Tuhan untuk mengubah nasib saya. Tapi ternyata saya ditipu,” tuturnya lirih.
Baca juga: Siap-siap, Guru Honorer Dapat Bantuan Rp 300.000 dari Prabowo, Cair Juni
Ironisnya, uang yang disetorkan tak kunjung membawa kejelasan.
Dari tahun ke tahun, Bu Susi bersama korban yang lainnya menanti namun hasilnya nihil.