
JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Muhaimin Iskandar mempersilakan pihak manapun untuk menggugat Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Diketahui, penggugat mempersoalkan rangkap jabatan antara ketua umum partai politik yang menduduki kursi menteri yang diizinkan dalam UU Kementerian Negara.
“Ya silakan saja, silakan saja,” kata Muhaimin di Gedung Nusantara IV, Kompleks DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (3/5/2025).
Baca juga: UU Kementerian Negara Digugat, Nama Bahlil, AHY, dan Cak Imin Disebut
Pria yang karib disapa Cak Imin ini mengaku akan menunggu putusan mahkamah terkait hal itu.
Diketahui, Muhaimin menjadi salah satu ketua umum partai politik yang menjabat sebagai menteri di Kabinet Merah Putih. Ia mengisi kursi Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masayarakat.
Ada lagi nama Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Partai Golkar yang menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kemudian, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan.
Baca juga: Menyoal Rangkap Jabatan Menteri dan Pengurus Partai
Serta, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga Menteri Koordinator Bidang Pangan, yakni Zulkifli Hasan.
“Kita tunggu,” singkat Muhaimin.
Sebelumnya diberitakan, empat mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) menggugat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Keempat mahasiswa tersebut adalah Stanley Vira Winata, Kaka Effelyn Melati Sukma, Keanu Leandro Pandya Rasyah, dan Vito Jordan Ompusunggu yang secara khusus menggugat Pasal 23 huruf c UU Kementerian Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut mereka, ketua umum yang merangkap jabatan sebagai menteri tidak hanya menyebabkan terdegradasinya check and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif, tetapi juga menyebabkan maraknya praktik pragmatisme parpol.
Baca juga: Revisi UU Parpol dan Pemilu Urgent, Jabatan Ketum Parpol Disorot
“Hal tersebut melanggar salah satu peran parpol sebagai salah satu pihak yang wajib menghormati konstitusi dan demokrasi di Indonesia,” tulis permohonan dengan nomor perkara 35/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan dalam sidang MK, Senin (28/4/2025).
Dalam petitumnya, para pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 23 huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.