
GAZA, KOMPAS.com – Rencana Amerika Serikat (AS) dan Israel untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza menuai penolakan dari warga setempat.
Banyak yang menganggap langkah tersebut sebagai bentuk intervensi politik yang merendahkan martabat mereka dan mengabaikan mekanisme bantuan internasional yang sudah berjalan.
Inisiatif tersebut diumumkan pekan ini oleh Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee. Rencananya, sekitar 1,2 juta warga Gaza setara 60 persen populasi akan menerima bantuan makanan melalui empat pusat distribusi yang tersebar di wilayah itu.
Baca juga: Israel Setujui Rencana Perluas Operasi Militer dan Penaklukan di Gaza
Operasi ini akan dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation, sebuah lembaga swasta baru, serta dijamin oleh kontraktor asal AS dengan pengamanan dari militer Israel.
Namun, banyak warga Gaza menilai skema ini sebagai bagian dari kontrol asing yang semakin kuat atas kehidupan mereka.
“Sejak kami dipaksa mengungsi ke selatan pada awal perang, kami mengalami kelaparan, kekurangan, dan ketakutan,” ujar Mohammed al-Ajrami, seorang pengungsi di Kota Gaza.
“Orang-orang di sini tidak percaya pada inisiatif apa pun yang melibatkan pihak-pihak yang sama yang mereka anggap bertanggung jawab atas penderitaan mereka,” lanjutnya, sebagaimana diberitakan Antara pada Minggu (11/5/2025).
“Yang kami inginkan adalah bantuan yang menjaga martabat kami. Lembaga-lembaga internasional seperti PBB memperlakukan kami dengan penuh rasa kemanusiaan. Kami tidak ingin bantuan bersyarat yang terkait dengan pengawasan politik atau militer”.
Penolakan juga disuarakan oleh Salah al-Ja’farawi, warga lain asal Gaza. Ia menilai rencana tersebut tidak hanya berpotensi memperpanjang penderitaan, tetapi juga mengikis hak-hak rakyat Palestina.
“Setelah 18 tahun blokade dan lebih dari 19 bulan perang, masyarakat tidak akan menerima bantuan yang mengorbankan martabat mereka. Bantuan darurat adalah satu hal, tetapi jika rencana jangka panjangnya adalah mengikis hak-hak kami, maka bantuan itu tidak akan kami terima,” tegas dia.
Baca juga: Warga Gaza Berharap Paus Leo XIV Peduli pada Palestina seperti Paus Fransiskus
Kekhawatiran atas militerisasi bantuan
Kehadiran militer Israel dalam proses distribusi juga menjadi sorotan tajam. Rami al-Najjar, seorang pekerja kemanusiaan lokal, menyatakan bantuan seharusnya disalurkan melalui lembaga-lembaga yang netral dan memiliki kredibilitas.
“Orang-orang memercayai organisasi internasional untuk mendistribusikan bantuan secara profesional, tanpa agenda politik,” ujarnya.
“Memasukkan aktor militer ke dalam proses ini akan mengirim pesan yang salah,” imbuhnya.
Kondisi kemanusiaan di Gaza terus memburuk dalam beberapa bulan terakhir. Sejak Maret, Israel memperketat blokade dan membatasi pasokan makanan, obat-obatan, serta bahan bakar.
Lembaga bantuan internasional melaporkan peningkatan kasus malanutrisi, khususnya di kalangan perempuan dan anak-anak.