
JAKARTA, KOMPAS.com – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo menegaskan, KPK tetap dapat menindak tindak pidana korupsi di Badan Usaha MIlik Negara (BUMN) meski Undang-Undang BUMN hasil revisi berlaku.
Budi menyebutkan, sikap tersebut ditegaskan KPK dengan menerbitkan surat edaran internal untuk pegawai KPK mengenai penanganan perkara korupsi di BUMN dan Danantara.
“Surat edaran untuk lingkungan internal KPK tersebut bersifat untuk meyakinkan dan menegaskan kembali terkait sikap KPK yang telah disampaikan juga kepada publik,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Senin (19/5/2025).
Budi menyebutkan, lewat surat itu, KPK juga menegaskan tetap berwenang melakukan penindakan, pencegahan, pendidikan, dan koordinasi supervisi terhadap kasus korupsi di BUMN.
Baca juga: KPK Terbitkan SE soal Penanganan Kasus Korupsi di BUMN dan Danantara
Sebab, kata dia, KPK memandang bahwa jajaran Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas pada BUMN sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang 28 Tahun 1999 merupakan penyelenggara negara, termasuk kerugian di BUMN adalah bagian dari kerugian negara.
“Surat edaran diterbitkan oleh pimpinan pada awal Mei ini sebagai bentuk komitmen sekaligus pedoman bagi seluruh unit kerja di lingkungan KPK pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 terkait dengan BUMN,” ujar Budi.
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, lembaga antirasuah tetap berwenang mengusut kasus korupsi yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas di BUMN.
Pernyataan tersebut disampaikan Setyo berdasarkan hasil analisis KPK terhadap Pasal 9G dalam UU BUMN yang menyatakan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan Penyelenggara Negara, serta Pasal 4B UU BUMN yang menyatakan kerugian BUMN bukan kerugian negara.
Baca juga: KPK Peringatkan Direksi-Komisaris BUMN Tetap Wajib Lapor LHKPN dan Gratifikasi
“KPK berpandangan tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas di BUMN,” kata Setyo dalam keterangan tertulis, Rabu (7/5/2025).
Terkait status penyelenggara negara dalam UU BUMN, Setyo mengatakan, ketentuan tersebut kontradiktif dengan ruang lingkup UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
“Ketentuan tersebut kontradiktif dengan ruang lingkup Penyelenggara Negara yang diatur dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 beserta Penjelasannya dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN),” ujarnya.
Setyo menjelaskan, keberadaan UU Nomor 28 Tahun 1999 merupakan hukum administrasi khusus berkenaan dengan pengaturan Penyelenggara Negara, yang memang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN.
Karenanya, kata dia, sangat beralasan jika dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi berkenaan dengan ketentuan Penyelenggara Negara.
“KPK berpedoman pada UU Nomor 28 Tahun 1999,” tuturnya.
Baca juga: Penyelenggara Negara dalam UU BUMN Timbulkan Ketidakpastian Hukum
Di samping itu, Setyo mengatakan, penjelasan Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025 dapat dimaknai bahwa direksi dan komisaris BUMN masih berstatus penyelenggara negara.
Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999.
“Sebagai Penyelenggara Negara, maka Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan penerimaan gratifikasi,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.